Asiknya Liburan ke Hotel | Cop Manja


Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen AnakCerpen KeluargaCerpen Liburan
Lolos moderasi pada: 9 September 2017

“Dek, duit kakak yang adek pinjam lusa kemarin mana? Katanya janji mau bayar lusa besok.” Kata kak Stira menagihku. “Jangan sekarang kak, Insya Allah nanti aku bayar cuma jangan sekarang, belum ada penggantinya.” jawabku.
Kak Stira hanya menggeleng gelengkan kepalanya, tanda tidak setuju.
“Kak, Please lah…” mohonku. Kak Stira kembali menggeleng gelengkan kepalanya.
“Janji itu hutang, dek.” itu selalu kata kak Stira yang hampir dia bicarakan kepadaku setiap hari.
Esoknya mama dan papa sudah janji akan mengajakku dan kakak ke Hotel, kami akan menginap di sana selama 4 hari.
“Ma, adek masa sudah janji akan membayar hutangnya ke kakak kemarin, tapi kata dia Insya Allah mulu, padahal janji kan hutang, ma.” adu Kak Stira, padahal aku sudah berdoa agar kak Stira tidak mengadu kepada mama.
“Stella, ayo dibayar dulu hutangmu.” kata Mama. “Ma, ngapain sih kakak kan lagian sudah besar, harus ngalah sama Stella,” keluhku. “Gak bisa gitu, Stell kan kamu udah janji sama kakak.” kata kakak lagi. “Udah, deh gini, aku bayar sesuai duitku, jadi kalau aku punya duit, langsung aku kasih ke kakak.” kataku dengan berat hati. “Oke.”
Sesampai di Hotel kami langsung mandi dan siap siap makan malam, karena besok aku ditantang papa berenang pagi-pagi, Brrr pasti dingin, namun tantangannya membuatku merasa berani.
Esoknya aku langsung berenang, tak sedingin yang aku bayangkan, agak sedikit hangat airnya. Sepi sekali hanya ada aku dan 2 anak perempuan. Jadi hanya ada 3 anak. Papa datang sambil memakai baju biasa dan celana renang. “Gak kedinginan dek?” tanya Papa sambil menggigil. “Biasa aja.” jawabku santai sambil menunggu mama mengambil kacamata renang.
Mama datang sambil membawa kacamata dan ban renang berwarna Pink. “Makasih mama cantik!” ucapku. “Sama-sama anak cantik!” jawab mama. “Pa, katanya tantangan, cuma main di sini? gak ke kolam yang dalam?” tantangku merasa berani. “Wahh… putri papa sudah berani…” kata Papa, kagum. “Papa lebay..” kataku sambil tertawa. “Ayo deh ke Kolam dalam,” jawab papa. “Tapi aku boleh pakai kacamata renang, kan? Kalau ban renang tidak.” kataku. “Oke, boleh.” kata papa.
Kami langsung berenang dengan semangat, Ternyata, aku pemenangnya! Yaay Aku senang menang, dan aku mendapat hadiah dari Papa, yaitu mie “Samyang” yaitu mi korea yang super pedas, tapi aku tahan pedas. Akhirnya aku senang memiliki keluarga yang indah, walaupun aku ada hutang, hihihi…
Cerpen Karangan: Shafa Maura Raihanah
Facebook: Shafa Maura Raihanah
Nama: Shafa Maura Raihanah
TTL: Juli 23 2008
Umur Saat Ini: 8 tahun (Pengen 9 tahun.)
Cerpen Asiknya Liburan ke Hotel merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Boneka Loli | Copy Manja


Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen Horor (Hantu)
Lolos moderasi pada: 9 September 2017

Sudah genap 2 tahun sejak kejadian tidak mengenakan itu terjadi. Jerit, tangis, dan darah terus dilalui selama hampir 3 bulan lamanya. Kisah ini bermula di sebuah taman bermain kosong, hanya ada aku, rose dan jack. Waktu sudah menunjukan pukul 17.00 dan matahari mulai turun ke peradapannya.
“Anak-anak ayo kita pulang, hari sudah mulai malam” teriak mama dari arah mobil
Secara spontan aku dan yang lainnya pergi menghampiri mama, namun langkahku terhenti kala melihat boneka imut yang sedikit kotor terkena tanah. Mataku terus mencari si pemilik boneka namun nihil, tidak ada orang selain keluarga kami, serasa mendapat kesempatan emas, aku langsung membawa boneka itu ke mobil
“Mamah.. Lihat ini, aku menemukan boneka cantik ini tergeletak di taman tadi”
“Wah.. Cantiknya. Mau kamu beri siapa namanya?” tanya mama
“Emmm bagaimana kalo loli? Nama yang lucu bukan?” usul rose kepadaku
Akhirnya aku pun memberikan namanya loli.
Sesampainya di rumah, aku langsung mengganti pakaian loli dengan pakaian yang lebih bersih.
Malamnya…
Semua nampak lahap menikmati ayam panggang buatan mama hingga tiba-tiba lampu di ruang makan berkedip dengan sendirinya, dan lilin-lilin di meja makan mendadak padam. Suasana seketika terasa dingin dan membuat bulu kuduk berdiri. Hening, dingin dan mencekam, semua menjadi satu dan membuat perasaan tidak karuan.
Glek…
Seketika tenggorokanku seperti tercekat dan tak mampu menelan air liurku sendiri. Kupikir hanya mampu sampai di sini saja, dan ternyata hal lebih buruk pun terjadi
“Coraaaa… Coraaaa…” bisik suara samar-samar mulai terdengar memanggil namaku.
Kulihat loli masih terduduk di sebelahku..
Tapi? Tunggu? Kenapa aku merasa kalau loli matanya berkedip? Apa jangan-jangan ini ulah loli? Ah tidak mungkin dia kan cuma boneka yang tidak bergerak.
Benda-benda mulai berterbangan kesana kemari, jack mulai menjerit tidak karuan karena terlalu takut. Dan rose hanya terus menutup wajahnya dibalik tubuh mama. Setelah lebih dari 10 menit kejadian ini. Akhirnya semua kembali tenang. Shock yang tidak karuan terus menghantui kami. Dan akhirnya kami pun sepakat ke kamar untuk beristirahat.
Saat tubuhku mulai memasuki alam mimpi, aku merasakan kalau selimutku seperti tertarik ke bawah. Dan saat aku terbangun, aku mendapati loli ada di sana tergelatak. Segera kupindahkan dia ke sebelahku dan aku kembali tertidur
“Cora… Cora… Bangun cora… ”
Siapa itu? Suara itu berasal dari arah loli, tapi apa mungkin itu dia?
“Hihihihihihi”
“Siapa itu? Keluar kau? Jangan kau sembunyi…” teriakku
“Ini aku… Loli.. Hihihihi”
Tiba-tiba loli terbang melayang ke udara dengan tatapan sinis dan menyeramkan. Matanya tiba-tiba mengeluarkan darah dan mulutnya tiba-tiba tersenyum dengan cekikikan seramnya.
Jantung berdegup kencang. Mulutku seperti ingin berteriak namun seperti ada yang membungkamku. Tubuhku kaku tidak bisa bergerak.
Kejadian itu terus terulang setiap malam hingga akhirnya mama memutuskan memanggil seorang paranormal. Dan menyuruh kami untuk membakar boneka itu, dan sejak kejadian itu, kami pun pindah ke rumah yang baru dan tidak ingin kejadian itu terulang kembali.
Cerpen Karangan: Nia Syafar
Facebook: Nia Syafar
hey guys.. kenalin nama aku nia, tapi nama sebenarnya sih rustania syafarani, tapi aku lebih seneng dipanggil nia. aku bersekolah di SMK muhammadiyah 7 Jakarta dan sekarang aku kls 2 di jurusan TKJ 1
Cerpen Boneka Loli merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Tanah Merah | Copy Manja


Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen KeluargaCerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 9 September 2017

Aku masih diam membisu, berteman dengan duka aku sendiri. Melihat keramaian kota di atas bukit paling tinggi, hamparan rumput hijau dan angin merdu sudah lama menjadi temanku. Duduk di atas bukit ini seakan aku dekat dengan langit senja, dekat dengan awan biru, dan dekat dengan seseorang yang aku rindukan di surga sana. Selalu aku ceritakan pada langit tentang miliaran rindu-rindu yang tidak bersambut ini, menatap langit penuh harapan berharap malaikat turun ke bumi membawa putri kecilku kembali walau hanya sebentar saja.
Hembusan angin merdu menyadarkan aku hingga ke bawah alam sadar hingga akhirnya aku tersadar dari lamunanku dan bergegas untuk berdiri, pergi menuju ke suatu tempat. Tempat dimana, putri kecilku tertidur lelap. Dengan baju long dress dengan selendang hitam serta menggenggam satu ikat bunga warna-warni kesukaan putri kecilku. Menyelusuri jalan yang sedikit becek karena tangisan langit tadi malam, dari kejauhan sudah terlihat “TANAH MERAH” itu. Hingga akhirnya aku sampai di depan gundukan tanah merah itu dengan papan nama yang hampir rapuh dan tulisannya kian memudar. Aku letakan bunga warna-warni itu tepat di atas gundukan tanah merah yang hampir turun itu. Seperti biasanya aku tidak bisa menahan haru, air mataku menetes membasahi gundukan tanah merah itu.
Miliaran rindu yang kian menyiksa membuat aku hampir setengah kurang waras. Beberapa tahun lalu saat aku tau ada janin di rahimku betapa bahagianya aku. Aku jaga dengan sepenuh hati, menjaganya sendirian tanpa campur tangan seorang suami yang aku tidak tau dia ada di belahan bumi mana waktu itu. karena pikiran yang membeban tepat pada tanggal 28 oktober 2014 aku harus melahirkan secara prematur dalam usia kandungan kurang lebih masuk 7 bulan. Tangisan itu menghiasi ruang bersalin, anak kuterlahir dengan kondisi awal sehat, berjenis kelamin perempuan yang aku beri nama “QUENNA AGATHA SUNDARI”. Setelah hampir seminggu kondisi kesehatan quenna mulai menurun. Air mataku menetes saat melihat tubuh quenna dipenuhi oleh selang-selang di dalam inkubator. Sempat menggenggam tangan mungil itu untuk yang terakhir kalinya, tubuhku lemas saat dokter mengatakan “kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi nyawa anak ibu tidak bisa tertolong lagi. maafkan kami bu”. Tepat pada tanggal 8 november 2014 lalu gadis kecilku meninggal dunia.
Aku selalu iri ketika melihat wanita seusiaku bercanda dengan anak-anaknya, sementara aku? aku hanya bisa memeluk ‘TANAH MERAH” itu saat aku rindu. Aku hanya bisa mencium papan nama itu saat aku rindu, dan aku hanya bisa membawakan bunga warna-warni saat ulang tahunnya tiba.
Senja kembali menyadarkan aku bahwa matahari akan mulai terbenam, Senja mengingatkan aku untuk kembali pulang, hampir setengah jam aku berada di depan ‘TANAH MERAH” itu. Aku kembali berdoa untuk putri kecilku “Nak, semoga baik-baik di surga san, selalu beri bunda nafas-nafas ketegaran ya nak! dan suatu saat nantik Allah yang akan menjelaskan apa itu arti prematur”
THE END
Cerpen Karangan: Analisa Sundari
Facebook: facebook.com/profile.php?id=100010947215347
Indonesia, Riau PEKANBARU
Cerpen Tanah Merah merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Dormitory 4 | Copy Manja


Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen Pengalaman Pribadi
Lolos moderasi pada: 9 September 2017

Sudah tiga minggu aku meninggalkan tempat itu, tempat aku mengimba ilmu agama namanya Ma’had Al-Jami’ah IV IAIN Antasari, tapi kami sering menyebutnya Asrama 4, satu satunya kampus di Banjarmasin yang mewajibkan mahasiswa dan mahasiswinya memondok selama waktu yang ditentukan. Aku masih ingat apa yang kurasakan selama 5 bulan terakhir memondok di sana apalagi di sela kami sebagai mahasiswi, ini sangat melelahkan.
Aku tertawa saat melihat status temanku di BBM “tidur 4 jam saja”, ada pula yang menuliskan “4 hari terasa 1 bulan, tinggal 2 hari lagi”, yah setidaknya mereka merasakan bagaimana tinggal di asrama walaupun waktu pemondokan mereka cuma 6 hari. Mungkin mereka akan menyesal mengolok kami yang 5 bulan lalu memondok di asrama.
Aku teringat kembali saat sebuah foto dan status terpampang di status bar BBM oleh kakak Lia, dialah Musyrifah atau kakak pembimbing saat aku di asrama. Di statusnya dia menuliskan “semangat adik-adik tamyiznya” dengan foto mahasantri dan mahasantriwati yang sedang memperhatikan mentor. kalian pasti bingung apa itu tamyiz? Tamyiz adalah metode menghafal Al-Qur’an dengan menyanyi dan kami menyanyi dengan nyaring, tamyiz sangat mudah dan menyenangkan, aku saja sampai sakit tenggorokan dan kelelahan olehnya.
Aku masih ingat pertama kalinya aku memasuki asrama 4, waktu itu tanggal 20 Agustus 2016, sore itu aku di antar kedua orangtuaku ke asrama. Pengalaman pertama saat aku mempunyai teman sekamar. Satu kamarnya di isi oleh 4 atau 3 orang, dan aku memiliki teman sekamar yaitu Endah dan Fatinah.
Tidak hanya mendapat teman sekamar saja, aku juga mengenali teman teman selorongku. Oh ya, di setiap lorongnya di beri nama daerah daerah negara Timur, seperti saja lorong kamarku yaitu Tunisia. Kegiatan pertama saat itu adalah bangun setiap jam 04.00 Wita dan melaksanakan sholat tahajud hingga sholat Subuh, lalu ini yang kurang kusuka yaitu piket lorong.
Banyak peraturan yang harus dipatuhi saat memondok, beberapa diantaranya yaitu pulang sebelum jam 18.00 Wita, bila memang telat karena jadwal pulang kuliah saat jam itu juga kita sudah meminta izin sebelum pergi kuliah, Kenapa? Karena pada itu mulai melaksanakan tadarus Al-Qur’an sembari menunggu adzan magrib, setelah itu kami melakukan kegiatan asrama seperti ta’limul qur’an, pembelajaran bahasa arab dan inggris, tausiyah oleh ustadz atau ustadzah, muhadaroh antar lorong, dan kreasi lorong. Semua itu dilaksanakan sesuai jadwal yang ditentukan hingga menjelang adzan isya.
Tak terbayang lelahnya saat itu, namun aku merasa senang, hal yang melelahkan itu sangat bermanfaat bagiku. Tak sampai disitu, banyak kegiatan diluar asrama seperti tamyiz, lomba pekan Muharram, dan prophetic. Tak jarang disela kegiatan itu kami berkumpul bersama, makan bersama dan melakukan hal lainnya yang menyenangkan seperti misalnya senam pagi di hari minggu, yah aku paling suka senam, walau melelahkan itu juga dapat menurunkan berat badanku. Hari minggu adalah hari bebas bagiku, bagiku hari itu adalah hari santai tanpa kegiatan kuliah dan kegiatan asrama, hari itu juga aku dapat pulang ke rumah walaupun cuma diberi waktu sampai jam 18.00 aku tetap menikmatinya sebagai hari bebas.
Waktu berasa begitu singkat hingga aku merasakan perjuangan akhirku di asrama 4, yaitu tes evaluasi yang menentukan kelulusan pemondokan, tak itu juga, tes evaluasi asrama juga menentukan nilai sertifikat yang akan dipakai saat KKN nanti.
Pertama masuk asrama aku merasa lelah, aku tidak suka, tapi tak terasa perpisahan pun tiba, perpisahan dengan Murrabiyah, kakak-kakak musyrifah, dan teman-teman asrama yang kukenal begitu terasa nyata. Tahun baru ini begitu berharga bagi kami sebagai mahasantriwati, awal tahun dan juga akhir bagi kami di asrama 4.
“perpisahan itu bukan ditandai dengan air mata, tapi dengan senyuman” kutipan kalimat yang kudengar dari kakak Musyrifah saat itu menyadarkanku bahwa perpisahan tidak hanya meninggalkan air mata, tapi dengan senyum kebahagiaan, perpisahan
Cerpen Karangan: Reyhana Amalia
Facebook: Reyhana Amalia
Cerpen Dormitory 4 merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Ketika Cinta Berlabuh Di Pesantren | Copy Manja


Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 9 September 2017


Sekian minggu tepatnya sudah 5 bulan aku mencari ilmu di pesantren di kota seberang. Bagiku mengaji adalah pengalaman terunik dan terindah. Sebenarnya dulu aku tidak ingin mondok namun, ibu memintaku untuk menuruti keinginan terakhirnya sebelum dia meninggalkanku dalam waktu satu tahun ini, sedih itu pasti tetapi ayah selalu mengajarkan ku untuk menjadi perempuan kuat dan tangguh terutama dalam ujian hidup.
Ketika di bangu SMU aku bercita-cita ingin meneruskan ke perguruan tinggi negeri di Semarang. Itu hanyalah mimpi yang mungkin tak terwujud, kulanjutkan memasuki gerbang ponpes yang kini menjadi tujuanku untuk ibu agar tersenyum di surga.
“Hay! Melamun saja, ayok temani aku ke ndalem mengembalikan payung. Takutnya nanti ada yang mau membutuhkan.” Ucap hindun panjang lebar padaku. “Baiklah ayok.” Kataku seraya mengikuti hindun dari belakang. Dia adalah teman satu kamarku, dia juga sahabatku dan sudah kuanggap sebagai kakakku karena selisih usia kami yang terpaut 2 tahun saja. Di sini kami semua adalah keluarga dan saudara. Apapun yang kami punya mereka juga berhak.
Jarak asrama putri dengan ndalem tidak jauh hanya 10 menit jika jalan kaki. Sebelum sampai ndalem kami di jalan berpapasan dengan kang-kang pondok yang ingin ke masjid “Assalamu’alaikum ya ukhti” Ucap salam dari salah satu di antara mereka “Waalaikumsalam ya akhi.” Jawabku dan hindun berbarengan. Itu sudah tradisi di pondok kami jika berpapasan setidaknya mengucapkan salam dan menundukkan pandangan dari yang bukan mahromnya. Saat kami tiba hindun masuk ke ndalem dan mengembalikan payung yang dia pinjam. Aku hanya menunggu di luar. “Sudah?” Tanyaku. “Ya. Ayok kita pulang.” Aku mengangguk.
‘Assalamualaikum zahira’
Ini siapa? Batinku, nomor tidak dikenal mengirim sms padaku. ‘Waalaikumsalam, maaf ini siapa?’
Tidak ada 5 menit dia membalasnya. ‘Saya Imam bolehkah kita saling mengenal?’
‘Boleh’
‘Terima kasih Zahira’
Dan mulai dari percakapan singkat itulah aku mengenal sosok Imam. Seorang Gus yang terkenal akhlak budi pekertinya, rupanya dia mendapat nomorku dari hindun sahabatku. Awalnya aku tidak percaya karena dia memberikan nomorku pada orang lain tanpa meminta izinku lebih dulu. Namun, dengan seiring waktu aku bisa menerima. Entah kenapa aku merasa rindu apabila tidak berkirim pesan dengannya. Astsghfirullah hall’adzim, ya Allah ampunilah hambamu ini.
“Ciee Zahira.. lagi mikirin Imam ya!? Ayoo ngaku?” Ledek mba jannah teman sekamarku “haha nggak kok mba, mending juga hafalin setoran” elakku. “Helleh! Lihat saja wajahmu udah kaya kepiting rebus gitu. Hihihi, kamu bisa boongin mba tapi nggak dengan hati kamu sendiri” jelas mba janna. “Iya udahlah terserah mba aja.” Kataku mengalah daripada berdebat.
Hari liburan pondok sudah tiba, kini saatnya aku bisa berlibur ke kampung halaman. Rindu dengan ayah rupanya telah menggunung, bagaimana tidak enam bulan lebih aku tak bertemu ayah dan ini saatnya aku bisa berjumpa kembali. Aku naik ojek dari pondok ke stasiun karena jaraknya yang lumayan jauh, aku membeli tiket kelas ekonomi yang lebih murah. 1 jam aku menunggu kereta dan akhirnya datang juga meluncur menuju stasiun tujuan.
Lebih kurang dua jam aku berada di kereta alhamdulillah sekarang aku sudah sampai di tempat kelahiranku, Jogja. Kemudian aku melihat seseorang yang melambaikan tangannya ke arahku siapa lagi kalau bukan ayah. Senangnya diri ini sebab rasa rindu itu menguap dengan cepat entah kemana, “Assalamu’alaikum ayah. Gimana kabar ayah?” Ucapku sambil menciumi tangan ayah. “Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik ra. Kamu sendiri bagaimana? Betah di pondok?.” “Alhamdulillah ayah Zahira baik. Tentu dong betah, gimana nggak kan banyak nambah pengalaman.” Kataku dengan senyuman. “Hahaha syukurlah nak. Mari kita pulang.” Ajak ayah dengan menggemnggam tangan kananku. Aku pun mengangguk mengiyakan.
Sampai di rumah, masih sama arsitektur bangunan masa kini hanya saja catnya berganti abu abu dipadu dengan putih serasi sekali. Ruangannya pun masih sama, tidak ada yang berubah kecuali cat tembok tadi. Aku lantas menuju kamarku di lantai atas, yah inilah kamarku yang penuh dengan history. Merebahkan tubuh ini, lelahnya (batinku). Dering ponselku berdering. Imam, tidak biasanya dia meneleponku. Kura-kira ada hal penting apa ya?.
“Hallo! Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam Zahira, maaf ganggu sebentar.”
“Iya nggak papa. Ada hal penting apa ya kok tumben kamu telfon aku?” Tanyaku penasaran.
“Iya gini minggu depan hari ahad kamu dan keluargamu ada acara nggak?” Jelasnya.
“Insya Allah nggak. Kenapa?” Tanyaku sekali lagi karena masih tak mengerti.
“Saya keluarga dan saudara-saudara saya akan datang ke rumah kamu.” Terangnya panjang.
“Owh. Insya Allah sih bisa, ada keperluan apa kok datangnya rombongan?”
“Saya ingin melamarmu menjadi istri saya. Maukh kamu menjadi teman hidup saya dan ibu bagi anak anak saya kelak?”
DEGH!!!
Jantung ini berdetak tak beraturan. Apakah aku mimpi? Tidak! Ini bukan mimpi tapi ini nyata!.
“Apa yang membuat kamu yakin kalau saya pantas jadi istri kamu?”
“Cinta!. Fitrah itulah yang datang tanpa permisi. Sebenarnya rasa itu datang ketika pertama kali saya melihatmu bersama hindun menuju ndalem kala itu. Dari sanalah cinta ini tumbuh tak dapat saya kendalikan hingga saya nekat melamar perempuan yang saya cintai untuk saya nikahi yaitu kamu. Bagaimana bersediakah kamu menjadi istri saya?.”
“Baik saya bersedia menjadi istri dan ibu untuk anak-anakmu.” Jawabku dengan derai air mata keharuan.
“Alhamdulillah terima kasih Zahira, atas kesediaannya. Saya berjanji akan menjadi suami dan kepala rumah tangga yang baik.”
“Aamiin ya Allah.”
“Saya hanya ingin menyampaikan itu. Maaf mengganggu waktu istirahat kamu. Sungguh Zahira saya merasa bahagia dengan ini. Kalau begitu sampai jumpa minggu besok.”
“Saya juga bahagia untuk ini. Sampai jumpa minggu besok.”
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
Aku turun mencari ayah dan menceritakan semuanya. Ayah setuju terlebih karena dia terkenal dengan sebutan gus dan dipercaya sebagai tangan kanan romo kyai. Ayah juga bahagia dan memelukku. Aku tenggelam dalam dekapan hangat sang ayah.
Selesai
Cerpen Karangan: Ruri Choeru Rizki
Facebook: Ruri Reilvy Kato, Dania Pricons
Duduk di bangku kelas 9 SMP. Penyuka cokelat dan nasi goreng. Maaf jika ada banyak kesalahan dalam cerpen saya. Karena masih dalam tahap belajar ðŸ™‚
Cerpen Ketika Cinta Berlabuh Di Pesantren merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Dunia Paralel | Copy Manja


Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 4 September 2017

“Andai saja di dunia ini ada dunia yang bisa membuatku pergi ke masa lalu dan memperbaiki masa depan” Ucapku sambil memandang langit senja yang indah dan bersandar di pohon mangga belakang rumah, hingga tanpa kusadri Ibuku memanggil untuk segera masuk ke dalam rumah dan mandi untuk persiapan ke rumah tante.
Hari ini atau sore ini aku akan pergi ke rumah Tanteku yang bernama Savira di salah satu desa, aku sangat bahagia tiap kali pergi ke sana. Karena tempatnya jauh ke perkotaan yang membuat udaranya lebih sejuk, pohon pohon lebih indah dan suasananya terhindar dari polusi tidak seperti rumahku yang tepat ada di kota. Aku juga bisa melihat flora dan fauna yang saat ini memang sudah hampir punah dan aku bisa bermain bersama anak tante Savira yang bernama Diana. Dia gadis yang cantik dan baik hati, aku tidak pernah merasa kesepian di daerah yang bukan tempat tinggalku karena Diana.
“Fikaa, bawa tasmu dan segera masukan ke dalam mobil, Ibu dan Ayah akan menunggumu dalam mobil” Ucap Ibu. Aku segera membawa tas biruku dan masuk ke dalam mobil, kebetulan hari ini adalah hari libur, makannya aku ingin ke rumah Tante aku juga akan menginap di sana beberapa hari sampai masuk sekolah kembali.
Di sepanjang perjalanan aku bisa melihat kemacetan, polusi, sampah, hal hal yang mebuatku jijik.
“Ini kan kehidupan kota, tapi kenapa di sini banyak sekali bibit yang bisa mebuat kita sakit. Seperti sampah bagaimana kalau orang membuangnya ke sungai lalu terjadi banjir, dan polusi orang akan sakit mata, bersin bersin karena tidak menghirup udara yang segar seperti di desa” pikirku dalam hati.
Hingga sampai lah di perbatasan desa, suasananya sangat berbeda dengan yang tadi. Di sini aku bisa menghirup udara yang segar, tidak ada sampah, tidak ada kemacetan “andai saja kehidupan kota sama dengan kehidupan di desa” ucapku dalam hati, tanpa kuduga ternyata mobilku sudah berhenti di depan rumah Tante Savira. Aku turun dan mengucap salam lalu masuk ke dalam rumahnya yang bersih dan sederahana, rumahnya tidak besar tapi cukup untuk keluarganya yang bahagia.
Singkat cerita, 2 hari berlalu aku masih berada di rumah Tante dan Ibu juga Ayah pulang ke kota tapi dia berjanji akan menjemputku setelah 3 hari. Hari ini hari ke-3 aku berada di sini artinya ini hari terakhir, aku harus membuat hari ini berkesan.
Aku dan Diana pergi berjalan jalan mengililingi kebun milik Paman atau Suami Tante Savira. Paman menghampiriku dan menceritakan bagaimana dia mengurus kebun ini. Aku dan Diana sangat serius menyimak cerita itu. Ternyata kebun ini dibuat karena adanya dunia paralel, dulu desa ini kekeringan tapi Paman menemukan sesuatu di dalam tanah, saat dia menggali sumur untuk mencari air dalam tanah tapi yang ia temukan adalah sebuah kotak, kotak kumuh yang terbuat dari besi, besinya sudah karatan. Saat Paman membuka kotak itu, kotaknya penuh cahaya dan Paman dapat menemukan kertas yang isinya petunjuk dan kegunaan kotak ini, saat Paman baca ternyata kotak ini dapat mengubah dunia saat itu, kotak ini dapat merubah desa ini menjadi desa yang indah sepeti ini dan itu semua hanya karena kotak ini. Paman menemukan sebuah timbol dalam kotak ini lalu menekannya dan desa pun berubah seperti sedia kala sebelum mengalami kekeringan.
Saat Paman selesai bercerita, aku bertanya
“Apakah emang benar ada dunia paralel? Kalau begitu aku ingin merubah kehidupan kota menjadi sama sepeti kehidupan di desa”.
“Blug..”
“Awww…” Ucapku, yang jatuh di bawah ranjang. Ibu menghampiriku dan bertanya apakah aku baik baik saja dan aku jawab iya. Ternyata tadi itu semua adalah mimpi, itu mimpi.
“Ibu bukannya aku pergi ke ruamh Tante Savira?” Tanyaku untuk memastikan apa yang telah terjadi
“Enggak, dari tadi kamu tidur di sini maksud Ibu tadi kamu pingsan”
“Pingsan?”
“Iya mungkin kamu kecapean dan kepanasan, ibu melihat kamu pingsan di taman belakang sepertinya kamu menulis sesuatu dalam kertas itu” kata Ibu sambil memberikanku kertas.
“Kamu tau? Ibu sangat khawatir Ibu kira penyakit kamu kambuh”
“Ah ibu berlebihan”
Saat kubaca kertas itu, tulisannya adalah “DUNIA PARALEL”
“Apa ini ada kaitannya dengan mimpiku? Tapi aku rasa iyaa”
Cerpen Karangan: Khoirotunnisa
Facebook: Khoirotunnisa Nisa
Cerpen Dunia Paralel merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Lebih Dari Sahabat | Copy Manja



Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 September 2017

“Sini bukunya Ndi!! Balikin cepet!! Ihh.. Rendiiii…” Aku masih berlari mengejarnya. Rendi Pratama, sahabatku yang sangat menyebalkan. Tiap hari kerjanya mengusik hidupku. Ini nih contohnya, ngambil-ngambil buku orang. “Dasar Rendii, Kembalikan bukunyaa!!”
Akhirya Aku berhasil menangkap Rendi. “Yaelah Pin, pinjem bentar dong.” pinta Rendi. “PR ITU DIKERJAIN DI RUMAH, RENDII!!” Aku emosi. “Boleh ya Pin? Pina cantik deh” Rendi mulai merayu. “Vina, pakai huruf ‘V’ bukan ‘P’!” Aku kesal. “Iya iya, Vina Wulandari yang cantik. Yang cantiknya seperti bidadari. Bolehkah Rendi meminjam buku ini? Rendi belum selesai, habis PR-nya susah..” Muka Rendi sok imut banget sumpah. “Biasa aja ngomongnya. Gak usah sok imut”. Rendi malah cengar-cengir “Hehe, boleh ya Pin? Nanti Aku traktir deh”. “Beneran nih? Janji?” Kebetulan sekali, uang jajanku ‘kan ketinggalan. “Iya Janji, giliran ditraktir baru dikasih…”
Waktu berlalu. Pelajaran berlangsung. Dan saat yang dinanti pun tiba. “Tengg.. tengg.. tengg” Lonceng berbunyi, waktunya istirahat. “Yeee, hari ini Aku bisa makan enak sepuasnya. Pas banget tadi pagi belum sarapan. Hehehe..” Aku langsung buru-buru ke kantin untuk memesan makanan. Tentu saja sambil narik Rendi. Jadilah di situ Kami makan berdua. Eh lebih tepatnya duduk berdua, soalnya yang makan hanya Aku. Rendi cuma duduk, katanya sih dengan melihat Aku makan Dia sudah kenyang. Tuh anak ada-ada aja.
“Ckckck dari rumah tuh sarapan, Pin. Bakso udah 2 mangkok masih aja kurang, makan tuh mangkoknya sekalian. BIAR KENYANG” gerutu Rendi. “Hehe udah kenyang kok. Haus nih Ndi, beli Es Teh ya?” pintaku sambil cengar-cengir. “Iya deh, Iya” Rendi pasrah. “Makasih Ndi, udah ditraktir” Ucapku. “Iya, sama-sama Pin” Balas Rendi. Tak terasa waktu istirahat sudah habis. Kami pun masuk ke kelas untuk belajar.
Hari berlalu seperti biasa. Esok Pagi pun tiba, dan Aku pun sudah di sekolah. Sugguh pagi yang tenang, tapi tak berlangsung lama. “Aww, sakit Ndi” teriakku. Aku balas mencubit pipinya. Siapa lagi kalau bukan Rendi yang mencubit pipiku. Ini nih kebiasaanya Dia, mana kalau nyubit ditarik-tarik lagi. Jadinya Kami malah cubit-cubitan. Habisnya Rendi nyubit sakit banget. Aku balas lebih sakit, biar tau rasa tuh Bocah. “Udah Pin, sakit nih..” Rendi kesakitan dan mencoba melepaskan cubitanku. “Makanya jangan suka nyubitin pipi orang, Ndi!” Ucapku sambil melepaskan cubitanku. Rendi memegang pipiku “Habis Kamu lucu, Pin…”. Dia menatapku dalam, Aku terdiam. Tiba tiba… “Iya lucu, kaya monyet. Wlee” Rendi mencubit pipiku lagi sambil menjulurkan lidahnya. Kemudian berlari secepat kilat. “Ihhh Renndiii!!!” Aku kesakitan. Awas saja nanti Kamu, Ndi!
Kelakuan Rendi dari dulu sama saja. Dari SMP sampai sekarang kelas 2 SMA, Aku sekelas terus sama Rendi. Kelakuannya Dia sudah jadi sarapan sehari-hari. Eh, penghapusku di mana ya? Ada yang lihat? Benar, siapa lagi yang suka iseng mengambil barang-barangku kalau bukan Rendi? Eh itu Dia. “Rendiii, jangan kabur! Kembalikan penghapusnya, Ndi. Cepat ke sinii!!” Aku berteriak sambil mengejarnya.
Aku sudah berlari kencang, tetapi Rendi masih tak terkejar. Ayo Vin, lebih cepat! Lebih cepat! Aku terus berlari hingga akhirnya…
Gubrakkk.. “Aww sa kit..” Aku merintih kesakitan. Aku jatuh karena tersandung akar pohon. Aku tersungkur, terjatuh dengan posisi miring. Tangan dan kaki kiriku berada di tanah, menahan tubuhku. Alhasil, pergelangan kaki dan siku kiriku sakit sekali. Sakit, Aku bahkan tak bisa bangun.
“Kamu tidak apa-apa, Pin?” Rendi sudah ada di dekatku. Ia membantuku unuk berdiri. “Maaf…” Ucap Rendi pelan. Aku tersenyum “Aku tidak apa-apa, Ndi”. Rendi mengalungkan tanganku ke pundaknya, membawaku ke UKS yang kebetulan dekat dari tempatku terjatuh tadi. Aku duduk di sebuah kursi, sementara Rendi membuka kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakan). Rendi sudah memegang sapu tangan, wadah berisi air, kapas, dan obat merah.
“Mana yang sakit, Pin?” Tanya Rendi. Lagi, Aku tersenyum “Tidak apa-apa, Ndi. Hanya luka kecil. Aku bisa mengobatinya sendiri” Aku pun membuka sepatuku. “Duh..” Aku kesakitan. Kakiku sakit, belum lagi siku ini rasanya juga sakit jika diluruskan. Dan Aku malah membuka sepatu tadi. Refleks, Aku memegang siku tangan kiriku. Rendi melihatnya “Tuh ‘kan, sini-sini Aku obatin, Pin” Rendi membasahi sapu tangan dengan air. Ia menggulung lengan bajuku dan mengompres siku tanganku yang lecet agar tidak infeksi. “Pelan-pelan, sakit Ndi..” Perih, benar-benar perih. “Tahan, Pin..” Ucap Rendi. Aku melihat raut wajahnya cemas.
Rendi sudah memegang kapas yang diolesi obat merah. “Tahan ya, Pin…” Ucapnya. Ia mulai mengolesi siku tanganku dan Aku hanya bisa menahan sakit. Wajar saja, Aku terjatuh cukup keras tadi. “Pelan-pelan Ndi…” Ucapku. “Iya, Pin..” Jawab Rendi.
Akhirnya tanganku sudah selesai diobati. Giliran kaki yang harus diobati. Rendi pun melihat pergelangan kakiku dan memegangnya. Refleks, Aku menarik bajunya. “Sakit Ndi..” Aku kesakitan. “Pergelangan kakimu bengkak Pin, sepertinya kakimu terkilir…” Jawab Rendi. Dia cemas, Aku pun tak kalah cemas. “Ini sedikit sakit, Pin. Tahan ya…” Ucap Rendi. Dia memegang pergelangan kakiku dan mulai mengurutnya. Menggerakkan ke kiri dan kanan, atas dan bawah kemudian mengurutnya lagi. “Sakit Ndi.. Pelan-pelan. Duh…” Aku merintih kesakitan.. Aku memejamkan mataku, mencoba menahan rasa sakitnya. Sakit, sakit sekali. “Duh… Ndii..” Aku tak kuat menahan rasa sakitnya. “Hiks. hiks. hiks…” Aku mulai menangis kecil sambil mencengkram kuat pundak Rendi.
Aku masih memejamkan mataku, sepertinya kakiku sudah lebih baik. Aku membuka mataku yang masih berkaca-kaca. Rendi tersenyum menatapku. Dia berdiri dan menghapus air mataku. Aku hanya terdiam. “Jangan nangis lagi, Pin…” Bisiknya.
Tiba-tiba Dia memelukku “Maaf… Maafin Aku, Pin. Gara-gara Aku kamu jadi seperti ini. Pasti sakit ‘kan? Aku benar-benar minta maaf, Pin..” Ucap Rendi. “Iya, Ndi. Aku tidak apa-apa kok” Balasku.
“Aku sayang Kamu, Pin.. Lebih dari sahabat.” Ucapnya. Aku tak bisa bohong. “Aku juga, Ndi” Jawabku. Entah kapan perasaan ini tumbuh. Yang jelas Kita sudah bersahabat sejak lama, dari SMP sampai sekarang. Berbagi suka dan duka. Selalu menghabiskan waktu bersama.
“Aku tidak mau Kamu kenapa-kenapa. Aku akan melindungimu, Pin. Kita akan terus sama-sama” Rendi melepaskan pelukannya.
“Janji?” Aku mengacungkan jari kelingkingku. Rendi mengaitkan jari kelingkingnya “Janji”.
Cerpen Karangan: Renika Pratiwi
Facebook: Renika Pratiwi
Cerpen Lebih Dari Sahabat merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.