Lebih Dari Sahabat | Copy Manja



Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 September 2017

“Sini bukunya Ndi!! Balikin cepet!! Ihh.. Rendiiii…” Aku masih berlari mengejarnya. Rendi Pratama, sahabatku yang sangat menyebalkan. Tiap hari kerjanya mengusik hidupku. Ini nih contohnya, ngambil-ngambil buku orang. “Dasar Rendii, Kembalikan bukunyaa!!”
Akhirya Aku berhasil menangkap Rendi. “Yaelah Pin, pinjem bentar dong.” pinta Rendi. “PR ITU DIKERJAIN DI RUMAH, RENDII!!” Aku emosi. “Boleh ya Pin? Pina cantik deh” Rendi mulai merayu. “Vina, pakai huruf ‘V’ bukan ‘P’!” Aku kesal. “Iya iya, Vina Wulandari yang cantik. Yang cantiknya seperti bidadari. Bolehkah Rendi meminjam buku ini? Rendi belum selesai, habis PR-nya susah..” Muka Rendi sok imut banget sumpah. “Biasa aja ngomongnya. Gak usah sok imut”. Rendi malah cengar-cengir “Hehe, boleh ya Pin? Nanti Aku traktir deh”. “Beneran nih? Janji?” Kebetulan sekali, uang jajanku ‘kan ketinggalan. “Iya Janji, giliran ditraktir baru dikasih…”
Waktu berlalu. Pelajaran berlangsung. Dan saat yang dinanti pun tiba. “Tengg.. tengg.. tengg” Lonceng berbunyi, waktunya istirahat. “Yeee, hari ini Aku bisa makan enak sepuasnya. Pas banget tadi pagi belum sarapan. Hehehe..” Aku langsung buru-buru ke kantin untuk memesan makanan. Tentu saja sambil narik Rendi. Jadilah di situ Kami makan berdua. Eh lebih tepatnya duduk berdua, soalnya yang makan hanya Aku. Rendi cuma duduk, katanya sih dengan melihat Aku makan Dia sudah kenyang. Tuh anak ada-ada aja.
“Ckckck dari rumah tuh sarapan, Pin. Bakso udah 2 mangkok masih aja kurang, makan tuh mangkoknya sekalian. BIAR KENYANG” gerutu Rendi. “Hehe udah kenyang kok. Haus nih Ndi, beli Es Teh ya?” pintaku sambil cengar-cengir. “Iya deh, Iya” Rendi pasrah. “Makasih Ndi, udah ditraktir” Ucapku. “Iya, sama-sama Pin” Balas Rendi. Tak terasa waktu istirahat sudah habis. Kami pun masuk ke kelas untuk belajar.
Hari berlalu seperti biasa. Esok Pagi pun tiba, dan Aku pun sudah di sekolah. Sugguh pagi yang tenang, tapi tak berlangsung lama. “Aww, sakit Ndi” teriakku. Aku balas mencubit pipinya. Siapa lagi kalau bukan Rendi yang mencubit pipiku. Ini nih kebiasaanya Dia, mana kalau nyubit ditarik-tarik lagi. Jadinya Kami malah cubit-cubitan. Habisnya Rendi nyubit sakit banget. Aku balas lebih sakit, biar tau rasa tuh Bocah. “Udah Pin, sakit nih..” Rendi kesakitan dan mencoba melepaskan cubitanku. “Makanya jangan suka nyubitin pipi orang, Ndi!” Ucapku sambil melepaskan cubitanku. Rendi memegang pipiku “Habis Kamu lucu, Pin…”. Dia menatapku dalam, Aku terdiam. Tiba tiba… “Iya lucu, kaya monyet. Wlee” Rendi mencubit pipiku lagi sambil menjulurkan lidahnya. Kemudian berlari secepat kilat. “Ihhh Renndiii!!!” Aku kesakitan. Awas saja nanti Kamu, Ndi!
Kelakuan Rendi dari dulu sama saja. Dari SMP sampai sekarang kelas 2 SMA, Aku sekelas terus sama Rendi. Kelakuannya Dia sudah jadi sarapan sehari-hari. Eh, penghapusku di mana ya? Ada yang lihat? Benar, siapa lagi yang suka iseng mengambil barang-barangku kalau bukan Rendi? Eh itu Dia. “Rendiii, jangan kabur! Kembalikan penghapusnya, Ndi. Cepat ke sinii!!” Aku berteriak sambil mengejarnya.
Aku sudah berlari kencang, tetapi Rendi masih tak terkejar. Ayo Vin, lebih cepat! Lebih cepat! Aku terus berlari hingga akhirnya…
Gubrakkk.. “Aww sa kit..” Aku merintih kesakitan. Aku jatuh karena tersandung akar pohon. Aku tersungkur, terjatuh dengan posisi miring. Tangan dan kaki kiriku berada di tanah, menahan tubuhku. Alhasil, pergelangan kaki dan siku kiriku sakit sekali. Sakit, Aku bahkan tak bisa bangun.
“Kamu tidak apa-apa, Pin?” Rendi sudah ada di dekatku. Ia membantuku unuk berdiri. “Maaf…” Ucap Rendi pelan. Aku tersenyum “Aku tidak apa-apa, Ndi”. Rendi mengalungkan tanganku ke pundaknya, membawaku ke UKS yang kebetulan dekat dari tempatku terjatuh tadi. Aku duduk di sebuah kursi, sementara Rendi membuka kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakan). Rendi sudah memegang sapu tangan, wadah berisi air, kapas, dan obat merah.
“Mana yang sakit, Pin?” Tanya Rendi. Lagi, Aku tersenyum “Tidak apa-apa, Ndi. Hanya luka kecil. Aku bisa mengobatinya sendiri” Aku pun membuka sepatuku. “Duh..” Aku kesakitan. Kakiku sakit, belum lagi siku ini rasanya juga sakit jika diluruskan. Dan Aku malah membuka sepatu tadi. Refleks, Aku memegang siku tangan kiriku. Rendi melihatnya “Tuh ‘kan, sini-sini Aku obatin, Pin” Rendi membasahi sapu tangan dengan air. Ia menggulung lengan bajuku dan mengompres siku tanganku yang lecet agar tidak infeksi. “Pelan-pelan, sakit Ndi..” Perih, benar-benar perih. “Tahan, Pin..” Ucap Rendi. Aku melihat raut wajahnya cemas.
Rendi sudah memegang kapas yang diolesi obat merah. “Tahan ya, Pin…” Ucapnya. Ia mulai mengolesi siku tanganku dan Aku hanya bisa menahan sakit. Wajar saja, Aku terjatuh cukup keras tadi. “Pelan-pelan Ndi…” Ucapku. “Iya, Pin..” Jawab Rendi.
Akhirnya tanganku sudah selesai diobati. Giliran kaki yang harus diobati. Rendi pun melihat pergelangan kakiku dan memegangnya. Refleks, Aku menarik bajunya. “Sakit Ndi..” Aku kesakitan. “Pergelangan kakimu bengkak Pin, sepertinya kakimu terkilir…” Jawab Rendi. Dia cemas, Aku pun tak kalah cemas. “Ini sedikit sakit, Pin. Tahan ya…” Ucap Rendi. Dia memegang pergelangan kakiku dan mulai mengurutnya. Menggerakkan ke kiri dan kanan, atas dan bawah kemudian mengurutnya lagi. “Sakit Ndi.. Pelan-pelan. Duh…” Aku merintih kesakitan.. Aku memejamkan mataku, mencoba menahan rasa sakitnya. Sakit, sakit sekali. “Duh… Ndii..” Aku tak kuat menahan rasa sakitnya. “Hiks. hiks. hiks…” Aku mulai menangis kecil sambil mencengkram kuat pundak Rendi.
Aku masih memejamkan mataku, sepertinya kakiku sudah lebih baik. Aku membuka mataku yang masih berkaca-kaca. Rendi tersenyum menatapku. Dia berdiri dan menghapus air mataku. Aku hanya terdiam. “Jangan nangis lagi, Pin…” Bisiknya.
Tiba-tiba Dia memelukku “Maaf… Maafin Aku, Pin. Gara-gara Aku kamu jadi seperti ini. Pasti sakit ‘kan? Aku benar-benar minta maaf, Pin..” Ucap Rendi. “Iya, Ndi. Aku tidak apa-apa kok” Balasku.
“Aku sayang Kamu, Pin.. Lebih dari sahabat.” Ucapnya. Aku tak bisa bohong. “Aku juga, Ndi” Jawabku. Entah kapan perasaan ini tumbuh. Yang jelas Kita sudah bersahabat sejak lama, dari SMP sampai sekarang. Berbagi suka dan duka. Selalu menghabiskan waktu bersama.
“Aku tidak mau Kamu kenapa-kenapa. Aku akan melindungimu, Pin. Kita akan terus sama-sama” Rendi melepaskan pelukannya.
“Janji?” Aku mengacungkan jari kelingkingku. Rendi mengaitkan jari kelingkingnya “Janji”.
Cerpen Karangan: Renika Pratiwi
Facebook: Renika Pratiwi
Cerpen Lebih Dari Sahabat merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »